BALADA TAMBAK
UDANG TRADISIONAL DI PANTAI TIMUR LAMPUNG
(Laporan
Tutorial Sains Dasar)
Oleh
Ayisa Ramadona
1417011013
11 Desember 2014
Faradilla Syani
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada
mulanya, hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli
lingkungan, terutama lingkungan laut. Kawasan hutan mangrove dikenal dengan
istilah vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah “payau” karena sifat habitatnya
yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohon yang terdapat di daerah tersebut
yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau.
Abrasi
pantai timur Sumatera wilayah Lampung yang disebabkan rusaknya hutan mangrove
di wilayah itu tidak hanya menyebabkan perusahaan tambak modern terancam. Para
petani di kawasan pesisir Lampung Selatan dan Lampung Timur pun sejak setahun
terakhir beralih profesi sebagai petani tambak. Mereka terpaksa mengolah
sawahnya menjadi tambak karena tanaman padinya selalu gagal akibat terintrusi
air laut.
Pada
wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan
pohon
perintis umumnya adalah Api-api (Avicennia spp.) dan Pidada (Sonneratia
spp.).
Api-api umumnya hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan Pidada pada tanah yang berlumpur lembut.
Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas
mangrove biasanya didominasi oleh Bakau (Rhizophora spp.).
Lebih
ke arah daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal, biasanya tumbuh
komunitas Tanjang (Bruguiera sp.). Nipah (Nypa fruticans)
merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove,
yang seringkali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, dan mendapatkan pengaruh
aliran air tawar yang dominan. Komunitas nipah tumbuh secara optimal di
kiri-kanan sungai-sungai besar di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Fatah,
2004).
Ekosistem
mangrove merupakan tempat berlangsungnya kehidupan berbagai
jenis
organisme yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah
pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon
atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau.
Namun pada saat ini pohon mangrove
dan pohon api-api yang menjadi penahan air laut habis dibabati para pendatang.
kerusakan hutan mangrove tidak hanya disebabkan serbuan para pendatang yang
beramai-ramai membabati mangrove untuk dijadikan tambak tradisional. Kerusakan mangrove
juga disebabkan tidak ada keseriusan pemerintah dalam melakukan rehabilitasi
mangrove. Kerusakan terparah justru terjadi di kawasan pertambakan tradisional.
Para petambak tradisional yang membabati hutan mangrove di kawasan pesisir
pantai timur Lampung dengan leluasa membuka areal tambak dan mendirikan
bangunan di kawasan itu.
1.2
Tujuan Tutorial
Adapun
tujuan dari tutorial ini adalah:
1.
Mengetahui permasalahan yang terjadi pada tambak udang tradisional
di pesisir timur Lampung dan solusinya.
2.
Mengetahui fungsi hutan
mangrove bagi lingkungan.
II.PEMBAHASAN
·
Dalam diskusi tutorial
ini, terdapat beberapa kata tak lazim yang ditemukan. Adapun kata-kata tak
lazim yang ditemukan ialah Biodegradasi yaitu pemecahan cemaran organik oleh
aktivitas mikroba yang melibatkan serangkaian reaksi enzimatik. Umumnya terjadi
karena senyawa tersebut dimanfaatkan sebagai sumber makanan (substrat). Mineral
esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk
hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral
esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral
mikro.
Mineral makro
diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro yaitu
mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam
jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Biostimulasi adalah memperbanyak dan
mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara
memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan
oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus
ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat
terjadi.
Mikroba yang
ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar
kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan
dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,
jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan
lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan
di area yang tercemar. Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba
komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan
limbah secara biologi.
Hambatan mekanisme ini
yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat
berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan
lingkungan tersebut. Dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti
dengan penambahan nutrien tertentu (Fatah,2004).
Blooming plankton adalah plankton yang tumbuh
dengan pesat dan jumlahnya sangat banyak per mililiter air. Jika dilihat dari
warna, biasanya air yang berwarna pekat misalnya hijau pekat, coklat pekat,
hijau biru pekat dan lain sebagainya. Transparansi tidak lebih dari 30 cm,
bahkan bisa mencapai 5 cm. Karena pekatnya plankton, koloni partikel plankton
bisa terlihat jelas.
Plankton
bisa terjadi blooming karena plankton
mendapat cukup zat hara yang dibutuhkannya, layaknya seperti tumbuhan lainnya,
jika mendapatkan unsur-unsur hara akan tumbuh dengan subur.
·
Adapun hasil dari diskusi
tutorial ini adalah :
Tingkat
kerusakan hutan bakau di pesisir timur Lampung sulit ditekan. Rehabilitasi
hutan bakau sulit dilakukan karena kesadaran masyarakat untuk menanami hutan
bakau yang gundul dan memelihara kawasan rehabilitasi sangat rendah. Selain
itu, dipengaruhi faktor alam. Keadaan ini diperparah lagi dengan timbulnya
endapan beracun akibat dari penggunaan pestisida dan pemberian pakan dalam
jumlah berlebih yang menyebabkan dasar tambak menjadi keras dan hilangnya
mikroorganisme pengurai. Dalam waktu relatif singkat, atau sekitar empat sampai
lima tahun sejak budidaya udang windu mulai diperkenalkan, masa keemasan
budidaya udang mulai memudar.
Berdasarkan data
dari Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Lampung, dari rehabilitasi 5.000
batang bakau di lahan seluas 5 hektar di Desa Sri Minosari, Labuhan Maringgai,
Lampung Timur, pada tahun 2007, hanya 5 persen yang bertahan dan berkembang. Warga
seolah tidak mau peduli terhadap bibit- bibit yang ditanam di kawasan bakau
yang rusak.
Wilayah hutan bakau di pantai timur Lampung terbentang dari Way Mesuji di Kabupaten Tulang Bawang hingga wilayah antara Kuala Penet dengan Bakauheni di Lampung Selatan sepanjang 270 kilometer. Pada data dari Dinas Kehutanan Lampung disebutkan, seluas 7.000 hektar dari 18.000 hektar hutan bakau di pesisir timur Lampung rusak berat.
Kerusakan hutan bakau di pesisir timur Lampung sudah berlangsung sejak 1980. Saat itu, penduduk menebang bakau untuk dijadikan arang. Dengan kegiatan itu, kerusakan hutan bakau masih terkendali karena penduduk melakukan tebang pilih. Kerusakan itu mulai parah sejak 1985, tepatnya sejak bisnis udang mulai bangkit. Kepunahan hutan bakau semakin cepat karena bukan hanya penduduk lokal yang mengusahakan tambak, melainkan juga pemodal dari luar Lampung. Dengan demikian, kondisi kerusakan dan penyebab kerusakan hutan bakau di pantai timur Lampung itu dapat dikelompokkan berdasarkan wilayah geografis.
Di wilayah antara Way Mesuji (perbatasan dengan Sumatera Selatan) dan Way Tulang Bawang, hutan bakau di sekitar usaha pertambakan PT Dipasena Citra Darmaja atau sekarang bernama PT Aruna Wijaya Sakti rusak berat. Kerusakan tersebut terjadi sebagai dampak dari penjarahan lahan oleh masyarakat pada tahun 1998, dan dijadikan tambak udang.
Wilayah kedua, hutan bakau di pesisir timur Lampung terbentang antara Way Tulang Bawang dan Way Seputih di Kabupaten Tulang Bawang. Sekitar 85 persen hutan bakau sudah rusak karena digarap penduduk menjadi tambak-tambak udang tradisional. Sejak era reformasi, kerusakan makin parah seiring upaya penduduk menggarap kawasan hutan menjadi tambak udang sehingga fungsi hutan bakau menghilang.
Wilayah hutan ketiga terbentang antara Way Seputih dan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Sama seperti di dua wilayah lainnya, wilayah hutan bakau di kawasan itu juga digarap penduduk menjadi tambak udang. Adapun di wilayah keempat, di antara Kuala Penet dan Bakauheni Lampung Selatan, sekitar 90 persen hutan bakau sudah hilang karena dijadikan tambak udang tradisional dan semi-intensif (Siregar dan Hasanah, 2005).
Wilayah hutan bakau di pantai timur Lampung terbentang dari Way Mesuji di Kabupaten Tulang Bawang hingga wilayah antara Kuala Penet dengan Bakauheni di Lampung Selatan sepanjang 270 kilometer. Pada data dari Dinas Kehutanan Lampung disebutkan, seluas 7.000 hektar dari 18.000 hektar hutan bakau di pesisir timur Lampung rusak berat.
Kerusakan hutan bakau di pesisir timur Lampung sudah berlangsung sejak 1980. Saat itu, penduduk menebang bakau untuk dijadikan arang. Dengan kegiatan itu, kerusakan hutan bakau masih terkendali karena penduduk melakukan tebang pilih. Kerusakan itu mulai parah sejak 1985, tepatnya sejak bisnis udang mulai bangkit. Kepunahan hutan bakau semakin cepat karena bukan hanya penduduk lokal yang mengusahakan tambak, melainkan juga pemodal dari luar Lampung. Dengan demikian, kondisi kerusakan dan penyebab kerusakan hutan bakau di pantai timur Lampung itu dapat dikelompokkan berdasarkan wilayah geografis.
Di wilayah antara Way Mesuji (perbatasan dengan Sumatera Selatan) dan Way Tulang Bawang, hutan bakau di sekitar usaha pertambakan PT Dipasena Citra Darmaja atau sekarang bernama PT Aruna Wijaya Sakti rusak berat. Kerusakan tersebut terjadi sebagai dampak dari penjarahan lahan oleh masyarakat pada tahun 1998, dan dijadikan tambak udang.
Wilayah kedua, hutan bakau di pesisir timur Lampung terbentang antara Way Tulang Bawang dan Way Seputih di Kabupaten Tulang Bawang. Sekitar 85 persen hutan bakau sudah rusak karena digarap penduduk menjadi tambak-tambak udang tradisional. Sejak era reformasi, kerusakan makin parah seiring upaya penduduk menggarap kawasan hutan menjadi tambak udang sehingga fungsi hutan bakau menghilang.
Wilayah hutan ketiga terbentang antara Way Seputih dan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Sama seperti di dua wilayah lainnya, wilayah hutan bakau di kawasan itu juga digarap penduduk menjadi tambak udang. Adapun di wilayah keempat, di antara Kuala Penet dan Bakauheni Lampung Selatan, sekitar 90 persen hutan bakau sudah hilang karena dijadikan tambak udang tradisional dan semi-intensif (Siregar dan Hasanah, 2005).
Udang termasuk hewan kelas Crustacea yang terdiri atas tiga bagian
tubuh, yaitu kepala, dada, dan perut. Sebagian besar udang yang dihasilkan,
diekspor ke luar negeri dalam bentuk udang beku yang telah dihilangkan
kulitnya. Selama ini kulit udang tersebut hanya dimanfaatkan sebagai pakan
ternak mengingat kandungan proteinnya masih cukup tinggi.
Kulit udang mengandung protein (25% - 40%), kalsium karbonat (45%
- 50%), dan kitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut
tergantung pada jenis udangnya. Hal ini menyebabkan limbah kulit udang
berpotensi sebagai bahan baku dalam memproduksi kitin. Selain itu, besarnya
kandungan protein dan mineral ini dapat menurunkan kualitas dari kitin,
sehingga dalam pemurnian kitin komponen tersebut perlu dihilangkan.
Komponen-komponen tersebut perlu dihilangkan untuk menghasilkan produk kitin
yang bermutu tinggi sehingga molekul-molekulnya menjadi lebih halus.
Kitinase merupakan
glikosil hidrolase yang mengkatalisis degradasi kitin yaitu senyawa polimer
dari N-asetilglukosamin yang membentuk ikatan linier β-1,4. Enzim ini ditemukan
dalam berbagai organisme, termasuk organisme yang tidak mengandung kitin dan
mempunyai peran penting dalam fisiologi dan ekologi. Berdasarkan kesamaan
urutan asam amino, kitinase diklasifikasikan dalam famili 18 dan 19 glikosida
hidrolase (Tomokazu et al, 2004). Kitinase merupakan enzim yang mampu
menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer
N-asetilglukosamin. Enzim ini dihasilkan oleh bakteri, fungi, tanaman, dan
hewan. Salah satu mikroorganisme penghasil enzim kitinase ini ialah Actinomycetes. Kitinase juga dapat digunakan dalam pertanian
sebagai pengendalian jamur patogen tanaman dan hama serangga. Kombinasi
σ-toksin dan kitinase dilaporkan lebih efektif dalam membunuh hama serangga.
Udang
mengandung snyawa kimia arsenik trioksida (AsO3) yang banyak
terdapat di bagian kepalanya (Wedjatmoko,2010).
Hewan-hewan laut memang dapat mencerna arsen yang
di dapat dari air laut. Dengan suatu alat khusus kita dapat mendeteksi arsen
sekitar 200ug dalam setiap gram berat hewan laut. Tetapi bukanlah arsen
pentoksida (As2O 5) yang bersifat anorganik yang kita
dapatkan, melainkan senyawa arsen organik, yang disebut arsenobetain.
Arsenobetain ini merupakan arsen yang telah berikatan dengan karbon (C) dan
hidrogen (H), dan ini tidak bersifat toksik. Jika arsenobetain ini masuk ke dalam
tubuh manusia, maka senyawa ini tidak akan dicerna dan akan dikeluarkan melalui
urine. Senyawa ini tidak berbahaya.
Arsenobetain tidak bisa bereaksi dengan vitamin C
dan membentuk arsen trioksida (As2O 3). Arsen
trioksida hanya dapat dihasilkan dari pembakaran unsur arsen (As) atau
sebagai hasil samping pada peleburan logam seperti tembaga, perak, dan emas.
Pada umumnya arsen trioksida dipakai dalam pembuatan kaca dan pengawetan kayu,
dan senyawa ini memang berbahaya. Bayangkan kayu aja bisa awet dengan senyawa
ini, bagaimana dengan tubuh manusia.
Dalam suatu penelitian dengan menggunakan tikus,
50% dari semua tikus percobaan mati setelah diberikan arsen trioksida sebanyak
15,1mg/kg atau sekitar 3,02 mg untuk tikus yang beratnya 200 gram. Jika jumlah
ini dikonversikan ke berat manusia, maka dengan pemberian sebanyak 16,91 mg
saja 50% kemungkinan manusia akan meninggal.
Pada zaman dahulu, dikabarkan arsen trioksida telah
menjadi racun yang favorit digunakan. Menurut mitos, tewasnya Napoleon
Bonaparte diakibatkan racun anggur arsenik yang diteguknya dalam pengasingannya
di pulau Helena. Setelah melalui banyak penelitian dan percobaan, saat ini
arsen trioksida dapat digunakan untuk mengobati leukemia promyelositik akut,
tentunya jika diberikan dengan dosis yang tepat, sekitar 0,15 mg/kg berat
badan.
Kembali ke arsen pentoksida, senyawa ini dapat
dihasilkan dari oksidasi lanjutan arsen trioksida. Juga memiliki sifat toksik yang
sama dengan arsen trioksida (Kordi, 2010).
Kegagalan budidaya udang dengan wadah pemeliharaan berupa tambak utama
setelah 10 tahun beroperasi disebabkan oleh menurunnya kualitas air. Penurunan
kualitas air ini dapat disebakanoleh tercemarnya air dan kepadatan tebar benih
yang terlalu tinggi. Kedua hal ini dapatmenjadi pemicu munculnya penyakit yang
pada akhirnya nanti dapat membuat dayadukung tambak tidak mampu lagi
mempertahankan tingkat hasil produksi yangekonomis.Penyakit secara umum
didefinisikan sebagai ketidaknormalan terhadap fungsi sebagianatau seluruh
organ tubuh dikarenakan adanya gangguan faktor-faktor abiotik /non-infectious
diseas(kualitas air, makanan dan lainnya) dan faktor biotik /Infectoiusdisease (organisme
penyebab penyakit atau patogen). Beberapa penyakit udang yangsering ditemukan
di lapangan dapat disebabkan oleh patogen virus, bakteri, parasitataupun
jamur.Terdapatnya logam-logam berat seperti Pb dan Cu yang terus terakumulasi
seiringmenghilangnya mangrove yang berfungsi sebagai penyerap bahan-bahan
organik daninorganik yang berasal dari tambak maupun laut (Suyanto dan Takarina, 2009).
Hutan bakau adalah hutan yang biasa tumbuh di atas
rawa-rawa, berair payau, serta terletak pada garis pantai yang dipengaruhi
pasang surut air laut. Hutan bakau sering disebut juga sebagai hutan mangrove.
Secara khusus, hutan ini biasanya terbentuk di tempat-tempat yang menjadi area
pengendapan atau pelumpuran bahan-bahan organik.
Ekosistem hutan bakau cenderung bersifat khas. Karena
merupakan area pengendapan lumpur dan berhubungan langsung dengan pasang surut
air laut, maka hanya sedikit jenis tumbuhan yang dapat bertahan hidup.
Jenis-jenis tumbuhan tersebut biasanya bersifat khas karena telah melewati
proses adaptasi dan evolusi yang panjang.
Sebenarnya, ada sedikit perbedaan antara hutan bakau
dan mangrove. Berbeda dengan bakau, tidak ada tumbuhan atau pohon yang bernama
mangrove. Mangrove merupakan sekumpulan pohon dan semak yang tumbuh di daerah
intertidal atau daerah pasang surut.
Peranan, Manfaat dan Fungsi Hutan Magrove dalam
kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali. Baik
itu langsung dirasakan oleh penduduk sekitar maupun peranan, manfaat dan fungsi
yang tidak langsung dari hutan mangrove itu sendiri.
Tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik
karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di
laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut
akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara
adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada
pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya,
benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya. Salah satu
tempat tinggal komunitas hewan dan tanaman adalah daerah pantai sebagai habitat
mangrove. Di habitat ini bermukim pula hewan dan tanaman lain. Tidak semua
habitat sama kondisinya, tergantung pada keaneka ragaman species dan daya
dukung lingkungan hidupnya.
Telah banyak diketahui bahwa pulau, sebagai salah satu
habitat komunitas mangrove, bersifat dinamis, artinya dapat berkembang meluas
ataupun berubah mengecil bersamaan dengan berjalannya waktu. Bentuk dan luas
pulau dapat berubah karena aktivitas proses vulkanik atau karena pergeseran
lapisan dasar laut. Tetapi sedikit orang yang mengetahui bahwa mangrove
berperan besar dalam dinamika perubahan pulau, bahkan cukup mengagetkan bila
ada yang menyatakan bahwa mangrove itu dapat membentuk suatu pulau. Dikatakan
bahwa mangrove berperan penting dalam ‘membentuk pulau’.
Beberapa berpendapat bahwa sebenarnya mangrove hanya
berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan dan mengumpulkan benda dan
partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat, sehingga lebih suka
menyebutkan peran mangrove sebagai “shoreline stabilizer” daripada
sebagai “island initiator” atau sebagai pembentuk pulau. Dalam proses
ini yang terjadi adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih
stabil dengan adanya mangrove tersebut. Peran mangrove sebagai barisan penjaga
adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis pantai dan
menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya tersebut.
Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove.
Bila buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian
terbawa air sampai menemukan tanah di lokasi lain tempat menetap buah tersebut
akan tumbuh menjadi pohon baru. Di tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan
mengembangkan sistem perakarannya yang rapat dan kompleks. Di tempat tersebut
bahan organik dan partikel endapan yang terbawa air akan terperangkap
menyangkut pada akar mangrove.
Proses ini akan berlangsung dari waktu ke waktu dan
terjadi proses penstabilan tanah dan lumpur atau barisan pasir (sand bar).
Melalui perjalanan waktu, semakin lama akan semakin bertambah jumlah pohon
mangrove yang datang dan tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan
mempertahankan daerah habitat baru ini dari hempasan ombak laut yang akan
meyapu lumpur dan pasir.
Bila proses ini berjalan terus, hasil akhirnya adalah
terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan terus berkembang dengan
pertumbuhan berbagai jenis mangrove serta organisme lain dalam suatu ekosistem
mangrove.
Dalam proses demikian inilah mangrove dikatakan
sebagai bisa membentuk pulau. Sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove
menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona
terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara
efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan
pelindung dan sekaligus sumber nutrien bagi organisme yang hidup di tengahnya.
Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri
tanah menghasilkan makanan bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan
algae laut. Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi
berbagai jenis organisme darat dan air di habitat yang bersangkutan.
Demikianlah suatu ekosistem mangrove dapat terbentuk dan berkembang dari
pertumbuhan biji mangrove. Pada saat
terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan perahu yang
bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap gelombang dan
angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar mangrove
mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan, memperlambat aliran
arus air. Apabila mangrove ditebang atau diambil dari habitatnya di pantai maka
akan dapat mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap erosi pantai oleh
gelombang laut, dan menebarkan partikel endapan sehingga air laut menjadi keruh
yang kemudian menyebabkan kematian pada ikan dan hewan sekitarnya karena
kekurangan oksigen. Proses ini menyebabkan pula melambatnya pertumbuhan padang
lamun (seagrass) (Fardiaz, 1992).
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat
baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung
kepada kehidupan manusia (economic vallues). Beberapa manfaat mangrove
antara lain adalah:
-
Menumbuhkan
pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem
mangrove, adalah adanya sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat,
lebat dapat memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air
laut dari bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya
dan dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan
terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan pembentuk
daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis
pantai dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan
memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah
daratan. Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi.
Buah vivipar yang dapat berkelana terbawa air hingga
menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di
habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas
menjadi pulau sendiri.
-
Menjernihkan
air
Akar
pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi untuk
pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan bisa
membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan
mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa
zat-zat kimia atau polutan.
Bila air
sungai melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat
dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak penduduk
melihat daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna sehingga
menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat merugikan karena
dapat menutup akar pernafasan dan menyebabkan pohon mati.
-
Mengawali
rantai makanan
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air.
Setelah mencapai dasar teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur).
Hasil penguraian ini merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada
gilirannya menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang
bermukim atau berkunjung di habitat mangrove.
-
Melindungi
dan memberi nutrisi.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan
menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di
sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang
sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang
cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau
singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
-
Manfaat
bagi manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa
hutan mangrove sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan
berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan
bunganya semua dapat dimanfaatkan manusia. Beberapa kegunaan pohon mangrove
yang langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah:
-
Tempat
tambat kapal.
Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan
tempat berlabuh dan bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon
mangrove dapat dijadikan perlindungan dengan bagi perahu dan kapal dengan
mengikatkannya pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat
semacam ini tidak dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon
mangrove yang bersangkutan.
-
Obat-obatan.
Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan
pengawet dan obat-obatan. Macam-macam
obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang beberapa
species mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau peradangan
pada kulit. Secara tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat penawar
gigitan ular, rematik, gangguan alat pencernaan dan lain-lain. Getah sejenis
pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-your-eye mangrove) atau Excoecaria
agallocha dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi
cairan getah ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati
sakit akibat sengatan hewan laut. Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat
dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai sebagai pembersih mata.
Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional sebagai obat sakit perut dan
menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan,
buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai
menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa dipakai
dalam penangkapan ikan sebagai bahan
pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
-
Pengawet.
Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan
pengawet kain dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah tancang
tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-merah
sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini
banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat.
Air rebusan kulit pohon tingi dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang
oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten.
-
Pakan dan
makanan.
Daunnya banyak mengandung protein. Daun muda pohon
api-api dapat dimakan sebagai sayur atau lalapan. Daun-daun ini dapat dijadikan
tambahan untuk pakan ternak. Bunga mangrove jenis api-api mengandung banyak
nectar atau cairan yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang
berkualitas tinggi. Buahnya pahit tetapi bila memasaknya hatihati dapat pula
dimakan. .
-
Bahan
mangrove dan bangunan.
Batang pohon mangrove banyak dijadikan bahan bakar baik sebagai kayu bakar
atau dibuat dalam bentuk arang untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil.
Batang pohonnya berguna sebagai bahan
bangunan. Bila pohon mangrove mencapai umur dan ukuran batang yang cukup
tinggi, dapat dijadikan tiang utama atau lunas kapal layar dan dapat digunakan
untuk balok konstruksi rumah tinggal.
Batang kayunya yang kuat dan tahan air dipakai untuk
bahan bangunan dan cerocok penguat tanah. Batang jenis tancang yang besar dan
keras dapat dijadikan pilar, pile, tiang telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi nelayan kayu mangrove
bisa juga untuk joran pancing. Kulit pohonnya dapat dibuat tali atau bahan
jarring (Anonim, 2014).
Solusi untuk
mengatasi masalah tambak dan menghilangnya hutan mangrove
-
Rehabilitasi
Mangrove
Rehabilitasi
mangrove ini diawali dari keinginan petambak yang memilikilahan dekat pantai.
Kegiatan studi banding nampaknya memunculkankeinginan untuk menanam kembali
mangrove di wilayah pantai desa. Masalahyang harus dihadapi untuk penanaman
mangrove tersebut adalah adanyatambak-tambak yang berada tepat di tepi pantai.
Untuk itu, perlu dilaksanakan penentuan batas lahan tambak
yang dapat direlakan oleh petambak untuk ditanami
bakau.
-
Pendidikan
Lingkungan
Hilangnya
hutan mangrove dan terjadinya abrasi di wilayah pantai timur disebabkan
oleh masih kurangnya pemahaman mengenai ekosistem hutan mangrovedan manfaatnya
bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.
-
Pengelolaan
Tambak Ramah Lingkungan
Tujuan
kegiatan ini adalah untuk membuat satu model tambak ramahlingkungan yang dapat
digunakan sebagai sarana belajar bersama bagi para petambak mengenai
proses-proses yang terjadi selama masa pemeliharaan udang. Dalam pengelolaan
tambak ramah lingkungan ini diupayakan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang diperkirakan
dapatmenurunkan kesuburan lahan. Selain itu diupayakan pula pengelolaan
kualitasair sesuai kondisi setempat dimana tidak tersedia sumber air tawar dan
salinitasyang tinggi.
-
Menggunakan
produk – produk bioteknologi
Apabila
digunakan secara tepat guna, produk ini dapat meningkatkan nilai survival
rateudang. Selain itu, laju pertumbuhan udang akan menjadi lebih cepat sehingga
masa produksi dapat dipersingkat, kualitas air
menjadi lebih stabil dan populasi bakteri patogen juga dapat lebih
terkontrol (Fatah, 2004).
III.KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang
didapat dari tutorial ini adalah:
1. Kerusakan
hutan mangrove di pantai timur
Lampung disebabkan oleh pembabatan liar yang dilakukan oleh petani tambak untuk
membuka areal pertambakan secara leluasa.
2. Hutan
mangrove berfungsi untuk menahan abrasi air laut sehingga pemukiman penduduk di
sekitar pantai tidak di terjang ombak dan juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kehidupan berbagai
jenis organisme yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya.
3. Udang mengandung senyawa kimia AsO3 yang dapat
menyebabkan alergi pada sebagian orang, hal tersebut tergantung pada cara
pengolahan udang ketika dimasak.
4. Tambak udang yang terus berkembang tanpa memerhatikan
lingkungan menyebabkan timbulnya
endapan beracun akibat dari penggunaan pestisida dan pemberian pakan dalam
jumlah berlebih yang menyebabkan dasar tambak menjadi keras dan hilangnya
mikroorganisme pengurai. Sehingga dalam
waktu relatif singkat, masa keemasan budidaya udang mulai memudar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014.
Tambak Udang. http://eprints.undip.ac.id/18481/1/nurjanah.pdf. diakses pada
tanggal 17 Desember 2014 pukul 18.01 WIB.
Fardiaz,
S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Fatah, Eep
Saefulloh. 2004. Mencintai Indonesia.
Penerbit Republika. Jakarta
Kordi, Ghufran H.2010. Pintar Budi Daya di Tambak Secara Intensif. Lily Publisher. Yogyakarta
Siregar, Raja P dan Hasanah. 2005. Keberlanjutan, Keadilan, dan Ketergantungan
Wajah Tambak Udang Indonesia. Wahana Lingkungan Hidup. Jakarta
Suyanto, Rachmatun S
dan Takarina. 2009. Panduan Budi Daya
Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta
Wedjatmoko, Achmad
Sudrajat.2010. Budi Daya Udang di Sawah
dan Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta