Wednesday, 13 May 2015

BALADA TAMBAK UDANG TRADISIONAL DI PANTAI TIMUR LAMPUNG



BALADA TAMBAK UDANG TRADISIONAL DI PANTAI TIMUR LAMPUNG
(Laporan Tutorial Sains Dasar)





Oleh

Ayisa Ramadona
1417011013


11 Desember 2014
Faradilla Syani



 




JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014



I. PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Pada mulanya, hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah “payau” karena sifat habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohon yang terdapat di daerah tersebut yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau.
Abrasi pantai timur Sumatera wilayah Lampung yang disebabkan rusaknya hutan mangrove di wilayah itu tidak hanya menyebabkan perusahaan tambak modern terancam. Para petani di kawasan pesisir Lampung Selatan dan Lampung Timur pun sejak setahun terakhir beralih profesi sebagai petani tambak. Mereka terpaksa mengolah sawahnya menjadi tambak karena tanaman padinya selalu gagal akibat terintrusi air laut.
Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan
pohon perintis umumnya adalah Api-api (Avicennia spp.) dan Pidada (Sonneratia
spp.). Api-api umumnya hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan Pidada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh Bakau (Rhizophora spp.).

Lebih ke arah daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal, biasanya tumbuh komunitas Tanjang (Bruguiera sp.). Nipah (Nypa fruticans) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove, yang seringkali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, dan mendapatkan pengaruh aliran air tawar yang dominan. Komunitas nipah tumbuh secara optimal di kiri-kanan sungai-sungai besar di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Fatah, 2004).

Ekosistem mangrove merupakan tempat berlangsungnya kehidupan berbagai
jenis organisme yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau.

Namun pada saat ini pohon mangrove dan pohon api-api yang menjadi penahan air laut habis dibabati para pendatang. kerusakan hutan mangrove tidak hanya disebabkan serbuan para pendatang yang beramai-ramai membabati mangrove untuk dijadikan tambak tradisional. Kerusakan mangrove juga disebabkan tidak ada keseriusan pemerintah dalam melakukan rehabilitasi mangrove. Kerusakan terparah justru terjadi di kawasan pertambakan tradisional. Para petambak tradisional yang membabati hutan mangrove di kawasan pesisir pantai timur Lampung dengan leluasa membuka areal tambak dan mendirikan bangunan di kawasan itu.

1.2              Tujuan Tutorial
Adapun tujuan dari tutorial ini adalah:
1.        Mengetahui permasalahan yang terjadi pada tambak udang tradisional di pesisir timur Lampung dan solusinya.
2.        Mengetahui fungsi hutan mangrove bagi lingkungan.





II.PEMBAHASAN


·                     Dalam diskusi tutorial ini, terdapat beberapa kata tak lazim yang ditemukan. Adapun kata-kata tak lazim yang ditemukan ialah Biodegradasi yaitu pemecahan cemaran organik oleh aktivitas mikroba yang melibatkan serangkaian reaksi enzimatik. Umumnya terjadi karena senyawa tersebut dimanfaatkan sebagai sumber makanan (substrat). Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro.

Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi.

Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,  jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar. Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.

Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu (Fatah,2004).
Blooming plankton adalah plankton yang tumbuh dengan pesat dan jumlahnya sangat banyak per mililiter air. Jika dilihat dari warna, biasanya air yang berwarna pekat misalnya hijau pekat, coklat pekat, hijau biru pekat dan lain sebagainya. Transparansi tidak lebih dari 30 cm, bahkan bisa mencapai 5 cm. Karena pekatnya plankton, koloni partikel plankton bisa terlihat jelas.

Plankton bisa terjadi blooming karena plankton mendapat cukup zat hara yang dibutuhkannya, layaknya seperti tumbuhan lainnya, jika mendapatkan unsur-unsur hara akan tumbuh dengan subur.

·      Adapun hasil dari diskusi tutorial ini adalah :

Tingkat kerusakan hutan bakau di pesisir timur Lampung sulit ditekan. Rehabilitasi hutan bakau sulit dilakukan karena kesadaran masyarakat untuk menanami hutan bakau yang gundul dan memelihara kawasan rehabilitasi sangat rendah. Selain itu, dipengaruhi faktor alam. Keadaan ini diperparah lagi dengan timbulnya endapan beracun akibat dari penggunaan pestisida dan pemberian pakan dalam jumlah berlebih yang menyebabkan dasar tambak menjadi keras dan hilangnya mikroorganisme pengurai. Dalam waktu relatif singkat, atau sekitar empat sampai lima tahun sejak budidaya udang windu mulai diperkenalkan, masa keemasan budidaya udang mulai memudar.
Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Lampung, dari rehabilitasi 5.000 batang bakau di lahan seluas 5 hektar di Desa Sri Minosari, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, pada tahun 2007, hanya 5 persen yang bertahan dan berkembang. Warga seolah tidak mau peduli terhadap bibit- bibit yang ditanam di kawasan bakau yang rusak.

Wilayah hutan bakau di pantai timur Lampung terbentang dari Way Mesuji di Kabupaten Tulang Bawang hingga wilayah antara Kuala Penet dengan Bakauheni di Lampung Selatan sepanjang 270 kilometer. Pada data dari Dinas Kehutanan Lampung disebutkan, seluas 7.000 hektar dari 18.000 hektar hutan bakau di pesisir timur Lampung rusak berat.

Kerusakan hutan bakau di pesisir timur Lampung sudah berlangsung sejak 1980. Saat itu, penduduk menebang bakau untuk dijadikan arang. Dengan kegiatan itu, kerusakan hutan bakau masih terkendali karena penduduk melakukan tebang pilih. Kerusakan itu mulai parah sejak 1985, tepatnya sejak bisnis udang mulai bangkit
. Kepunahan hutan bakau semakin cepat karena bukan hanya penduduk lokal yang mengusahakan tambak, melainkan juga pemodal dari luar Lampung. Dengan demikian, kondisi kerusakan dan penyebab kerusakan hutan bakau di pantai timur Lampung itu dapat dikelompokkan berdasarkan wilayah geografis.

Di wilayah antara Way Mesuji (perbatasan dengan Sumatera Selatan) dan Way Tulang Bawang, hutan bakau di sekitar usaha pertambakan PT Dipasena Citra Darmaja atau sekarang bernama PT Aruna Wijaya Sakti rusak berat. Kerusakan tersebut terjadi sebagai dampak dari penjarahan lahan oleh masyarakat pada tahun 1998, dan dijadikan tambak udang.

Wilayah kedua, hutan bakau di pesisir timur Lampung terbentang antara Way Tulang Bawang dan Way Seputih di Kabupaten Tulang Bawang. Sekitar 85 persen hutan bakau sudah rusak karena digarap penduduk menjadi tambak-tambak udang tradisional. Sejak era reformasi, kerusakan makin parah seiring upaya penduduk menggarap kawasan hutan menjadi tambak udang sehingga fungsi hutan bakau menghilang.

Wilayah hutan ketiga terbentang antara Way Seputih dan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Sama seperti di dua wilayah lainnya, wilayah hutan bakau di kawasan itu juga digarap penduduk menjadi tambak udang. Adapun di wilayah keempat, di antara Kuala Penet dan Bakauheni Lampung Selatan, sekitar 90 persen hutan bakau sudah hilang karena dijadikan tambak udang tradisional dan semi-intensif
(Siregar dan Hasanah, 2005).

Udang termasuk hewan kelas Crustacea yang terdiri atas tiga bagian tubuh, yaitu kepala, dada, dan perut. Sebagian besar udang yang dihasilkan, diekspor ke luar negeri dalam bentuk udang beku yang telah dihilangkan kulitnya. Selama ini kulit udang tersebut hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak mengingat kandungan proteinnya masih cukup tinggi.

Kulit udang mengandung protein (25% - 40%), kalsium karbonat (45% - 50%), dan kitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. Hal ini menyebabkan limbah kulit udang berpotensi sebagai bahan baku dalam memproduksi kitin. Selain itu, besarnya kandungan protein dan mineral ini dapat menurunkan kualitas dari kitin, sehingga dalam pemurnian kitin komponen tersebut perlu dihilangkan. Komponen-komponen tersebut perlu dihilangkan untuk menghasilkan produk kitin yang bermutu tinggi sehingga molekul-molekulnya menjadi lebih halus.

Kitinase merupakan glikosil hidrolase yang mengkatalisis degradasi kitin yaitu senyawa polimer dari N-asetilglukosamin yang membentuk ikatan linier β-1,4. Enzim ini ditemukan dalam berbagai organisme, termasuk organisme yang tidak mengandung kitin dan mempunyai peran penting dalam fisiologi dan ekologi. Berdasarkan kesamaan urutan asam amino, kitinase diklasifikasikan dalam famili 18 dan 19 glikosida hidrolase (Tomokazu et al, 2004). Kitinase merupakan enzim yang mampu menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Enzim ini dihasilkan oleh bakteri, fungi, tanaman, dan hewan. Salah satu mikroorganisme penghasil enzim kitinase ini ialah Actinomycetes.  Kitinase juga dapat digunakan dalam pertanian sebagai pengendalian jamur patogen tanaman dan hama serangga. Kombinasi σ-toksin dan kitinase dilaporkan lebih efektif dalam membunuh hama serangga.
Kitin (C8H13O5N)n

Udang mengandung snyawa kimia arsenik trioksida (AsO3) yang banyak terdapat di bagian kepalanya (Wedjatmoko,2010).
Hewan-hewan laut memang dapat mencerna arsen yang di dapat dari air laut. Dengan suatu alat khusus kita dapat mendeteksi arsen sekitar 200ug dalam setiap gram berat hewan laut. Tetapi bukanlah arsen pentoksida (As2O 5) yang bersifat anorganik yang kita dapatkan, melainkan senyawa arsen organik, yang disebut arsenobetain. Arsenobetain ini merupakan arsen yang telah berikatan dengan karbon (C) dan hidrogen (H), dan ini tidak bersifat toksik. Jika arsenobetain ini masuk ke dalam tubuh manusia, maka senyawa ini tidak akan dicerna dan akan dikeluarkan melalui urine. Senyawa ini tidak berbahaya.
Arsenobetain tidak bisa bereaksi dengan vitamin C dan membentuk arsen trioksida (As2O 3). Arsen trioksida  hanya dapat dihasilkan dari pembakaran unsur arsen (As) atau sebagai hasil samping pada peleburan logam seperti tembaga, perak, dan emas. Pada umumnya arsen trioksida dipakai dalam pembuatan kaca dan pengawetan kayu, dan senyawa ini memang berbahaya. Bayangkan kayu aja bisa awet dengan senyawa ini, bagaimana dengan tubuh manusia.
Dalam suatu penelitian dengan menggunakan tikus, 50% dari semua tikus percobaan mati setelah diberikan arsen trioksida sebanyak 15,1mg/kg atau sekitar 3,02 mg untuk tikus yang beratnya 200 gram. Jika jumlah ini dikonversikan ke berat manusia, maka dengan pemberian sebanyak 16,91 mg saja 50% kemungkinan manusia akan meninggal.
Pada zaman dahulu, dikabarkan arsen trioksida telah menjadi racun yang favorit digunakan. Menurut mitos, tewasnya Napoleon Bonaparte diakibatkan racun anggur arsenik yang diteguknya dalam pengasingannya di pulau Helena. Setelah melalui banyak penelitian dan percobaan, saat ini arsen trioksida dapat digunakan untuk mengobati leukemia promyelositik akut, tentunya jika diberikan dengan dosis yang tepat, sekitar 0,15 mg/kg berat badan.
Kembali ke arsen pentoksida, senyawa ini dapat dihasilkan dari oksidasi lanjutan arsen trioksida. Juga memiliki sifat toksik yang sama dengan arsen trioksida (Kordi, 2010).
Kegagalan budidaya udang dengan wadah pemeliharaan berupa tambak utama setelah 10 tahun beroperasi disebabkan oleh menurunnya kualitas air. Penurunan kualitas air ini dapat disebakanoleh tercemarnya air dan kepadatan tebar benih yang terlalu tinggi. Kedua hal ini dapatmenjadi pemicu munculnya penyakit yang pada akhirnya nanti dapat membuat dayadukung tambak tidak mampu lagi mempertahankan tingkat hasil produksi yangekonomis.Penyakit secara umum didefinisikan sebagai ketidaknormalan terhadap fungsi sebagianatau seluruh organ tubuh dikarenakan adanya gangguan faktor-faktor abiotik /non-infectious diseas(kualitas air, makanan dan lainnya) dan faktor biotik /Infectoiusdisease (organisme penyebab penyakit atau patogen). Beberapa penyakit udang yangsering ditemukan di lapangan dapat disebabkan oleh patogen virus, bakteri, parasitataupun jamur.Terdapatnya logam-logam berat seperti Pb dan Cu yang terus terakumulasi seiringmenghilangnya mangrove yang berfungsi sebagai penyerap bahan-bahan organik daninorganik yang berasal dari tambak maupun laut (Suyanto dan Takarina, 2009).
Hutan bakau adalah hutan yang biasa tumbuh di atas rawa-rawa, berair payau, serta terletak pada garis pantai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Hutan bakau sering disebut juga sebagai hutan mangrove. Secara khusus, hutan ini biasanya terbentuk di tempat-tempat yang menjadi area pengendapan atau pelumpuran bahan-bahan organik.
Ekosistem hutan bakau cenderung bersifat khas. Karena merupakan area pengendapan lumpur dan berhubungan langsung dengan pasang surut air laut, maka hanya sedikit jenis tumbuhan yang dapat bertahan hidup. Jenis-jenis tumbuhan tersebut biasanya bersifat khas karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi yang panjang.
Sebenarnya, ada sedikit perbedaan antara hutan bakau dan mangrove. Berbeda dengan bakau, tidak ada tumbuhan atau pohon yang bernama mangrove. Mangrove merupakan sekumpulan pohon dan semak yang tumbuh di daerah intertidal atau daerah pasang surut.
Peranan, Manfaat dan Fungsi Hutan Magrove dalam kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali. Baik itu langsung dirasakan oleh penduduk sekitar maupun peranan, manfaat dan fungsi yang tidak langsung dari hutan mangrove itu sendiri.

Tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.  Salah satu tempat tinggal komunitas hewan dan tanaman adalah daerah pantai sebagai habitat mangrove. Di habitat ini bermukim pula hewan dan tanaman lain. Tidak semua habitat sama kondisinya, tergantung pada keaneka ragaman species dan daya dukung lingkungan hidupnya.

Telah banyak diketahui bahwa pulau, sebagai salah satu habitat komunitas mangrove, bersifat dinamis, artinya dapat berkembang meluas ataupun berubah mengecil bersamaan dengan berjalannya waktu. Bentuk dan luas pulau dapat berubah karena aktivitas proses vulkanik atau karena pergeseran lapisan dasar laut. Tetapi sedikit orang yang mengetahui bahwa mangrove berperan besar dalam dinamika perubahan pulau, bahkan cukup mengagetkan bila ada yang menyatakan bahwa mangrove itu dapat membentuk suatu pulau. Dikatakan bahwa mangrove berperan penting dalam ‘membentuk pulau’.

Beberapa berpendapat bahwa sebenarnya mangrove hanya berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan dan mengumpulkan benda dan partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat, sehingga lebih suka menyebutkan peran mangrove sebagai “shoreline stabilizer” daripada sebagai “island initiator” atau sebagai pembentuk pulau. Dalam proses ini yang terjadi adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan adanya mangrove tersebut. Peran mangrove sebagai barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya tersebut. Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove.

Bila buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian terbawa air sampai menemukan tanah di lokasi lain tempat menetap buah tersebut akan tumbuh menjadi pohon baru. Di tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan mengembangkan sistem perakarannya yang rapat dan kompleks. Di tempat tersebut bahan organik dan partikel endapan yang terbawa air akan terperangkap menyangkut pada akar mangrove.

Proses ini akan berlangsung dari waktu ke waktu dan terjadi proses penstabilan tanah dan lumpur atau barisan pasir (sand bar). Melalui perjalanan waktu, semakin lama akan semakin bertambah jumlah pohon mangrove yang datang dan tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan mempertahankan daerah habitat baru ini dari hempasan ombak laut yang akan meyapu lumpur dan pasir.
Bila proses ini berjalan terus, hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan terus berkembang dengan pertumbuhan berbagai jenis mangrove serta organisme lain dalam suatu ekosistem mangrove.
Dalam proses demikian inilah mangrove dikatakan sebagai bisa membentuk pulau. Sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan pelindung dan sekaligus sumber nutrien bagi organisme yang hidup di tengahnya.

Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut. Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat dan air di habitat yang bersangkutan. Demikianlah suatu ekosistem mangrove dapat terbentuk dan berkembang dari pertumbuhan biji mangrove. Pada saat terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan perahu yang bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap gelombang dan angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar mangrove mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan, memperlambat aliran arus air. Apabila mangrove ditebang atau diambil dari habitatnya di pantai maka akan dapat mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap erosi pantai oleh gelombang laut, dan menebarkan partikel endapan sehingga air laut menjadi keruh yang kemudian menyebabkan kematian pada ikan dan hewan sekitarnya karena kekurangan oksigen. Proses ini menyebabkan pula melambatnya pertumbuhan padang lamun (seagrass) (Fardiaz, 1992).

Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues). Beberapa manfaat mangrove antara lain adalah:
-                      Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi.

Buah vivipar yang dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.
-                      Menjernihkan air
Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi untuk pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan bisa membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa zat-zat kimia atau polutan.

Bila air sungai melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak penduduk melihat daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat merugikan karena dapat menutup akar pernafasan dan menyebabkan pohon mati.

-                      Mengawali rantai makanan
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim atau berkunjung di habitat mangrove.
-                      Melindungi dan memberi nutrisi.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
-                      Manfaat bagi manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua dapat dimanfaatkan manusia. Beberapa kegunaan pohon mangrove yang langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah:
-                      Tempat tambat kapal.
Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan tempat berlabuh dan bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove dapat dijadikan perlindungan dengan bagi perahu dan kapal dengan mengikatkannya pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat semacam ini tidak dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon mangrove yang bersangkutan.
-                      Obat-obatan.
Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan obat-obatan. Macam-macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang beberapa species mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau peradangan pada kulit. Secara tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik, gangguan alat pencernaan dan lain-lain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-your-eye mangrove) atau Excoecaria agallocha dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi cairan getah ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan laut. Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai sebagai pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional sebagai obat sakit perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan, buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
-                      Pengawet.
Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan pengawet kain dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah tancang tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-merah sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat. Air rebusan kulit pohon tingi dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten.
-                      Pakan dan makanan.
Daunnya banyak mengandung protein. Daun muda pohon api-api dapat dimakan sebagai sayur atau lalapan. Daun-daun ini dapat dijadikan tambahan untuk pakan ternak. Bunga mangrove jenis api-api mengandung banyak nectar atau cairan yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang berkualitas tinggi. Buahnya pahit tetapi bila memasaknya hatihati dapat pula dimakan. .
-                      Bahan mangrove dan bangunan.
Batang pohon mangrove banyak dijadikan bahan bakar baik sebagai kayu bakar atau dibuat dalam bentuk arang untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil. Batang pohonnya berguna sebagai bahan bangunan. Bila pohon mangrove mencapai umur dan ukuran batang yang cukup tinggi, dapat dijadikan tiang utama atau lunas kapal layar dan dapat digunakan untuk balok konstruksi rumah tinggal.

Batang kayunya yang kuat dan tahan air dipakai untuk bahan bangunan dan cerocok penguat tanah. Batang jenis tancang yang besar dan keras dapat dijadikan pilar, pile, tiang telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi nelayan kayu mangrove bisa juga untuk joran pancing. Kulit pohonnya dapat dibuat tali atau bahan jarring (Anonim, 2014).

Solusi untuk mengatasi masalah tambak dan menghilangnya hutan mangrove
-                      Rehabilitasi Mangrove
Rehabilitasi mangrove ini diawali dari keinginan petambak yang memilikilahan dekat pantai. Kegiatan studi banding nampaknya memunculkankeinginan untuk menanam kembali mangrove di wilayah pantai desa. Masalahyang harus dihadapi untuk penanaman mangrove tersebut adalah adanyatambak-tambak yang berada tepat di tepi pantai. Untuk itu, perlu dilaksanakan penentuan batas lahan tambak yang dapat direlakan oleh petambak untuk ditanami bakau.
-                      Pendidikan Lingkungan
Hilangnya hutan mangrove dan terjadinya abrasi di wilayah pantai timur disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman mengenai ekosistem hutan mangrovedan manfaatnya bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.
-                      Pengelolaan Tambak Ramah Lingkungan

Tujuan kegiatan ini adalah untuk membuat satu model tambak ramahlingkungan yang dapat digunakan sebagai sarana belajar bersama bagi para petambak mengenai proses-proses yang terjadi selama masa pemeliharaan udang. Dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan ini diupayakan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang diperkirakan dapatmenurunkan kesuburan lahan. Selain itu diupayakan pula pengelolaan kualitasair sesuai kondisi setempat dimana tidak tersedia sumber air tawar dan salinitasyang tinggi.
-                      Menggunakan produk – produk bioteknologi
Apabila digunakan secara tepat guna, produk ini dapat meningkatkan nilai survival rateudang. Selain itu, laju pertumbuhan udang akan menjadi lebih cepat sehingga masa produksi dapat dipersingkat, kualitas air menjadi lebih stabil dan populasi bakteri patogen juga dapat lebih terkontrol (Fatah, 2004).




III.KESIMPULAN


Adapun kesimpulan yang didapat dari tutorial ini adalah:
1.    Kerusakan hutan mangrove di pantai timur Lampung disebabkan oleh pembabatan liar yang dilakukan oleh petani tambak untuk membuka areal pertambakan secara leluasa.
2.    Hutan mangrove berfungsi untuk menahan abrasi air laut sehingga pemukiman penduduk di sekitar pantai tidak di terjang ombak dan juga berfungsi sebagai  tempat berlangsungnya kehidupan berbagai jenis organisme yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
3.    Udang mengandung senyawa kimia AsO3 yang dapat menyebabkan alergi pada sebagian orang, hal tersebut tergantung pada cara pengolahan udang ketika dimasak.
4.    Tambak udang yang terus berkembang tanpa memerhatikan lingkungan menyebabkan timbulnya endapan beracun akibat dari penggunaan pestisida dan pemberian pakan dalam jumlah berlebih yang menyebabkan dasar tambak menjadi keras dan hilangnya mikroorganisme pengurai.  Sehingga dalam waktu relatif singkat, masa keemasan budidaya udang mulai memudar.



DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2014. Tambak Udang. http://eprints.undip.ac.id/18481/1/nurjanah.pdf. diakses pada tanggal 17 Desember 2014 pukul 18.01 WIB.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fatah, Eep Saefulloh. 2004. Mencintai Indonesia. Penerbit Republika. Jakarta

Kordi, Ghufran H.2010. Pintar Budi Daya di Tambak Secara Intensif.  Lily Publisher. Yogyakarta

Siregar, Raja P dan Hasanah. 2005. Keberlanjutan, Keadilan, dan Ketergantungan Wajah Tambak Udang Indonesia. Wahana Lingkungan Hidup.  Jakarta

Suyanto, Rachmatun S dan Takarina. 2009. Panduan Budi Daya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta

Wedjatmoko, Achmad Sudrajat.2010. Budi Daya Udang di Sawah dan Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta